Maryam Jameelah memandang semua agama tradisional dengan nada menghina. Sampai akhir datang sebuah hidayah.
Rindu Ke Baitullah - Maryam Jameelah adalah penulis muslim yang menulis lebih dari 30 buku tentang budaya dan sejarah Islam.Lahir dengan nama Margret 'Peggy' Marcus di New York dari sebuah keluarga Yahudi sekuler, ia mempelajari Yudaisme dan agama lain saat remaja sebelum akhirnya masuk Islam pada 1961.
Menurut Maryam, minatnya terhadap Islam bermula ketika mengikuti sekolah reformasi Yahudi Sunday School pada usia 10 tahun. Saat itu, ia tertarik dengan sejarah hubungan Yahudi dan Arab.
Karena tidak suka dengan pelajaran di Yahudi Sunday School, ia kemudian dipindahkan ke Ethical Culture Sunday School.
Di sini dia belajar setiap minggu hingga lulus pada usia 15 tahun. Maryam tumbuh menjadi pendukung penuh dari gerakan Ethical Culture Movement dan memandang semua agama tradisional dengan nada menghina.
Saat berusia 18 tahun, ia menjadi anggota gerakan pemuda Zionis Mizrachi Hatzair. Tapi saat mengetahui sifat sebenarnya dari Zionis, Maryam segera meninggalkannya beberapa bulan kemudian.
Dia pun kembali tenggelam dalam pencarian identitas diri. Selama periode inilah Maryam tertarik mempelajari Islam melalui Baha'i yang juga dikenal sebagai The Caravan of East and West yang diketuai oleh Mirza Ahmed Sohrab.
Namun Maryam tidak lama mengikuti Baha'i dan dia keluar setahun kemudian. Selain Baha'i, Maryam juga terinspirasi oleh buku Muhammad Asad, The Road to Mecca. Muhammad Asad adalah juga seorang Yahudi yang memeluk Islam pada 1926.
Saat usianya mencapai 20 tahun, Maryam belajar tentang pengaruh Yahudi dalam Islam di New York University. Sayangnya, profesor yang juga ketua jurusan Studi Ibrani, Rabbi Abraham Issac Katsh menjelaskan pada mahasiswanya bahwa Islam berasal dari agama Yahudi.
Lebih buruk lagi, Profesor Katsh menyalahgunakan Alquran demi membuktikan kepada mahasiswanya bahwa agama Yahudi adalah agama teragung.
Namun Maryam segera menyadari bahwa Zionisme hanyalah paham yang rasis dan hampir semua pemimpin Amerika menjadi pendukungnya. Ironisnya, apa yang diperlihatkan Profesor Katsh justru semakin menguatkan ketertarikan Maryam pada Islam.
Selama mengikuti kuliah Profesor Katsh, Maryam bertemu dengan seorang gadis bernama Zenita. Penampilannya tidak biasa dan terlihat seperti gadis dari Turki atau Timur Tengah. Ternyata dia seorang Yahudi Orthodoks dari Rusia yang hijrah ke Amerika.
Meski keluarganya taat, Zenita mengatakan bahwa dia juga sedang belajar bahasa Arab. Namun, tanpa peringatan sebelumnya, Zenita tidak masuk kelas Profesor Katsh lagi dan tidak pernah kembali.
Beberapa bulan kemudian, tiba-tiba dia muncul dan mengajak Maryam ke pameran kaligrafi di Museum Metropolitan.
Selama melihat-lihat pameran, Zenita bercerita jika dia sekarang seorang muslim dengan disaksikan dua temannya dari Palestina.
Setelah berpikir tentang Zenita, Maryam memilih keluar dari New York University pada 1956 dan kemudian membuat perbandingan agama dengan Islam. Ia menghabiskan bertahun-tahun membaca teks Islam di bagian Oriental perpustakaan publik di New York.
Sejak 1959, Maryam terlibat dalam berbagai organisasi Islam. Dia juga sering berkorespondensi dengan beberapa ulama di luar AS, terutama Maulana Maududi, pemimpin Jamaah Islamiyah di Pakistan. Dan akhirnya pada tanggal 24 Mei 1961 di usia 27 tahun, Maryam memutuskan memeluk Islam.
Setelah menerima undangan Maulana Maududi, Maryam beremigrasi ke Pakistan pada tahun 1962 dan sejak itu ia tinggal di sana hingga akhir hayatnya.(dream.co.id)